Selasa, 03 Desember 2019

Perbincangan yang kami lakukan hampir tiap sore kembali berlanjut hari ini. Jika kemarin berlatar teras rumahku, hari ini kami pindah ke samping kanan, pekarangan asri rumah Pak Abe. Sebatas, tampak seperti kajian perbandingan agama akibat kami bertiga menganut agama yang berbeda. Khawatir dengan perbedaan keyakinan, istri Pak Abe menyuguhi kami minuman kaleng untuk melengkapi obrolan sore ini. 

“Pasti kalian tahu, masyarakat Papua rata-rata tingkat ekonominya menengah ke bawah. Sedangkan di situ kekayaan alamnya melimpah. Aneh kan? Papua juga punya tambang emas yang sangat besar, keuntungannya pun tak kalah besar.” Pak Abe mulai menggiring kami ke percakapan selanjutnya, “anakku, si Jose yang dokter itu, sering menimbulkan pertanyaan orang lain jika kuberi tahu bahwa dia berprofesi sebagai dokter. Tak lain adalah karena penampilan fisiknya. Mereka berpikir dokter selalu memiliki fisik yang bagus, kulit putih, tinggi, tampan. Sedangkan Jose? Satu persen pun tidak masuk ke kriteria itu.” Sesekali beliau berhenti untuk membasahi tenggorokan yang kukira karena terlalu banyak bicara.

“Apa salahnya seorang dengan penampilan fisik yang tidak seperti umumnya menjadi dokter jika ia mampu? Malah jika warga berkulit hitam seperti kami yang menjadi dokter, tingkat pemulihan pasien meningkat. Lah iya, kalau dokternya tampan, bakteri malah nyaman. Kalau seperti kami, baru lihat dari jauh aja lari tuh bakteri.” Kekeh Pak Abe. Tangannya ikut menunjuk-nunjuk saat rasa semangat membumbui ucapannya.

“Kalian harus mengubah pola pikir, jangan menilai sesuatu dari luarnya saja. Mau jadi apa kita jika seterusnya masyarakat Indonesia seperti ini.” Dengan berapi-api Pak Abe menyimpulkan sebuah saran untukku dan Kana.

“Siap pak,” aku dan Kana hanya menimpali sepatah dua patah kata sembari tersenyum. Kami tidak pernah keberatan walaupun Pak Abe yang selalu mendominasi obrolan kami. Terima kasih kepada bapak nan ramah ini, berkat beliau pandangan kami tentang negeri merah putih ini lebih meluas.

#30DWC
#30DWCJilid15
#Day20

0 komentar:

Posting Komentar

Usai dibaca, komen juga

haa hiya dzih

Foto saya
Penulis yang merupakan gadis kelahiran Bangka dan akrab disapa Yuqo ini memiliki nama lengkap Yusti Qomah. Inilah jurnal dari penulis dengan beribu mimpi, ditulis dalam segala kondisi.

Popular Posts

Recent Posts