Selasa, 03 Desember 2019

Aku duduk di hadapan tumpukan buku sembari menatap jejak rintikan hujan di kaca jendela kamar. Menekuk lutut, memeluk diri sendiri. Guyuran hujan terus berlanjut sedari siang sampai lewat sedikit dari waktu asar. Tetesan air dari payung yang kupakai untuk pulang sampai ke rumah masih menetes. Beberapa menit sudah aku terdiam dalam posisi ini tanpa melakukan apa-apa. Bukan karena tidak ada yang bisa kulakukan. Melainkan aku yang kehilangan keinginan untuk melakukan apa-apa.

Sendiri, dingin dan sunyi. Tiga hal ini cukup untuk membuatku bisa termenung. Suasana demikian memang waktu yang tepat untuk muhasabah atas yang sudah-sudah. Memikirkan apa saja yang sudah kulakukan, apa yang sudah aku bagikan ke sekelilingku. Jika aku bernasib sama dengan mereka yang saat pergi bekerja dan ketika pulang hanya menyisakan nama, akankah ada hal baik yang dapat mereka ingat dariku?

Di saat seperti ini, kesendirian itu benar-benar nyata. Memikirkan hari esok di mana tidak ada yang mengenaliku, apalagi menyapaku. Sedari awal memang tidak memiliki apa-apa. Kemudian dititipkan berbagai macam hal, beribu jenis barang, beberapa sanak keluarga dan sahabat karib. Akhirnya, akan ada masa semua itu diambil kembali.

Jika kita benar percaya pada perkara yang enam, tentu tiada yang perlu dirisaukan. Sebab segala hal dalam kehidupan diajalankan sesuai tuntunan. Masing-masing kita menyatakan percaya hanya dalam batasan kata. Tidak benar-benar meyakini sesuai adanya. Pun tidak dijalani dengan sempurna. Ironisnya, dengan keterbatasan apa yang kita jalankan, setiap saat selalu mengharap untuk balasan yang jauh dari kelayakan.

#30DWC
#30DWCJilid15
#Day21

0 komentar:

Posting Komentar

Usai dibaca, komen juga

haa hiya dzih

Foto saya
Penulis yang merupakan gadis kelahiran Bangka dan akrab disapa Yuqo ini memiliki nama lengkap Yusti Qomah. Inilah jurnal dari penulis dengan beribu mimpi, ditulis dalam segala kondisi.

Popular Posts

Recent Posts