Photo by David Monje on Unsplash
|
Saat permintaan menghinggapi diri, sudah seyogyanya kita mencari pengkabulan atasnya kepada orang di sekitar kita. Karena yang dekat tentu lebih paham akan segala hakikat. Ada pun yang jauh butuh usaha lebih untuk dipinta hingga luruh, bisa jadi sampai terucap kata keluh.
Sama halnya sebagai yang menghamba. Kita tidak punya hak atas apa-apa. Maka dari itu kita meminta terhadap Yang Maha Segalanya. Sebelum lidah mulai mencicip, kita meminta agar diulurkan keberkahan dan dijauhkan dari azab neraka. Saat bumi dibasahi guyuran air, kita meminta agar diturunkan bersamanya setumpuk manfaat. Kita mengharapkan keselamatan dalam sebuah perjalanan. Setiap detik yang kita isi selalu diawali dengan doa agar bernilai ibadah dan berujung pahala. Ini adalah suatu tanda bahwa kita selalu mengingat-Nya.
Penyerahan kelemahan kita terletak di atas sebuah doa. Tidak mungkin jika kita mengabaikan kelemahan, dan mengedepankan rasa kepemilikan pada apa yang kita punya. Para nabi dan rasul utusan Allah juga selalu berdoa kepada Allah, saat dilimpahkan beban, ujian, maupun kesenangan. Dari para role model umat islam ini pula kita bisa mengambil petikan makna, bahwa berdoa tidak perlu menunggu musibah menimpa.
Malaikat tak akan berhenti mencatat sebelum sangkakala dibunyikan. Dengan runtutan dosa yang kian mengalir, apa kita merasa tak perlu memohon penerimaan taubat? Seorang penyair kala itu berkata, “Engkau melakukan dosa demia dosa. Lalu engkau berharap mendapat surga. Lupakah engkau bahwa Rabbmu mengeluarkan Adam dari surga hanya karena satu dosa?” Lalu siapa kita jika disandingkan dengan utusan Allah?
Tidak akan ada sedikit pun kecewa jika berharap kepada-Nya. Allah sudah menjelaskan dalam ayat-Nya, bahwa Ia dekat jika kita ingat. Jadi, tetaplah merendahkan diri, jangan menjadi hamba yang jumawa hanya untuk gelar budak dunia.
#30DWC
#30DWCJilid15
#Day27
0 komentar:
Posting Komentar
Usai dibaca, komen juga