Photo by Rafael Sarno on Unsplash
|
Sekarang, mentari saja belum muncul sempurna, aku sudah
mengantongi tiket pesawat ke kampung halaman, duduk dengan perasaan cemas di
bangku belakang supir. Waktu sudah menunjukkan 30 menit sebelum keberangkatan.
Sedangkan untuk sampai ke bandara, perlu waktu lebih. Tidak ingin membuat
penumpang satu-satunya kecewa di awal hari ini, pak supir melajukan mobil
dengan kecepatan sangat tinggi. Beberapa jalan berlobang tak lagi diindahkan.
Aku yang kesusahan menahan tas agar tidak terjatuh sambil mengelus-ngelus
kepala akibat terkena bagian atas mobil pun tak dihiraukan.
Kendaraan roda empat yang sedari tadi berpacu melawan waktu
akhirnya memasuki area pemberhentian penumpang di depan pintu keberangkatan 20
menit setelah waktu lepas landas yang tertulis di tiket. Kusodorkan beberapa
lembar uang, setelah dipastikan sesuai dengan kesepakatan. Setengah berlari aku
masuk, melewati bagian x-ray, dan sampai di tempat check-in. Mataku mencari
penuh harap ke tulisan-tulisan maskapai dengan tujuan terbang yang berbeda di
depan sana. Masih tak percaya, kutanyakan kepada bapak yang berdiri di samping
konter maskapai penerbanganku. Ah, isi dompetku terbuang sia-sia kali ini.
Terbang sudah tiket dan jatah uang sakuku bersamaan dengan langkah gontai yang mengiringi kemalanganku. Aku berjalan ke
luar, bergabung dengan pengunjung bandara yang entah mengantarkan sanak famili
ataupun menjemput mereka. Satu pikiran yang terlintas menerbitkan senyumanku.
Apa tadi namaku juga dipanggil lewat pengeras suara karena tak kunjung masuk ke
pesawat? Tampaknya keinginanku memang terwujud. Haruskah aku gembira, menambahkan
tanda di daftar keinginan yang sudah terpenuhi? Konyol sekali.
#30DWC
#30DWCJilid15
#Day9
0 komentar:
Posting Komentar
Usai dibaca, komen juga