Sudah hampir lima belas menit aku duduk diangkot biru tujuan
kampus dengan penuh kecemasan. Karena tak kunjung tiba di tujuan. Supir angkot
tidak melewatkan satu kursipun tanpa penumpang. Pun dengan kakiku yang
terbungkus sepatu coklat kusam ini, terus kuhentakkan, ikut merasakan
kecemasan. Dalam keadaan seperti ini, tiba-tiba saja hapalan doaku bertambah.
Berbagai macam doa terus kurapalkan, agar tak berakhir konyol di depan kelas. Aku
berusaha untuk tidak terlambat.
Beberapa pasang mata di dalam angkot mulai menyorot tajam ke
arah pengemudi, menuntut hal yang sama, ingin segera tiba di kampus. Merasakan
tatapan tajam dari kami dan tak ingin penumpangnya beralih ke angkot lain,
angkot mulai berjalan.
Langsung kusodorkan pecahan dua ribu rupiah tepat setelah
angkot berhenti di depan fakultasku. Tidak! Sepertinya kelas sudah dimulai.
Firasatku terbukti, hari ini aku bergabung menjadi border belakang di mata
kuliah ini. Border belakang yang biasanya diisi oleh kaum adam. Perlahan, aku
mengakses internet lewat ponsel.
“Lirik lagu Maju Tak Gentar,” kuketikkan di kolom pencarian.
Salah satu peraturan bagi mahasiswa yang telat khusus di
mata kuliah ini adalah menyanyikan lagu wajib nasional Maju Tak Gentar. Segera
kuhapalkan lirik lagu yang muncul dari hasil pencarian. Semoga saja Dosenku
tidak menyadari ada yang telat.
Perkuliahan usai, it’s show time. Aku dan beberapa teman
lainnya membentuk grup paduan suara dadakan di depan kelas. Memperdengarkan
lagu Maju Tak Gentar. Di beberapa bagian, aku mengeluarkan jurus lipsync. Hanya
cuap-cuap tanpa suara. Pelajaran yang kudapat hari ini, jangan malas jika tidak
ingin telat, dan jangan telat jika tidak hapal lirik. Ternyata, usaha yang
kukerahkan untuk tidak terlambat masih kalah dibandingkan usahaku untuk terus
memupuk rasa malas. Maju ke depan kelas untuk melaksanakan hukuman cukup
membuatku gentar.
#30DWC
#30DWCJilid15
#Day6
0 komentar:
Posting Komentar
Usai dibaca, komen juga