Photo by David Peters on Unsplash
|
“Sedari tadi aku belum mendapatkan apapun, padahal waktu
sarapan dan makan siang sudah lewat, makan malam pun akan berakhir,” ucapku mengawali pertemuan kami.
Merasa tidak perlu memberikan tanggapan, ia memilih untuk
menjilati bagian tubuh yang dirasa kotor.
“Ah! Berisik sekali di sini. Kamu tidak terganggu?” Tanyanya
lagi.
“Tidak, aku mencium bau potongan ikan di kamar ini,” jawabku
tanpa melihat ke arahnya.
“Di sebelah sana, aku mendapat makanan sekaligus ketenangan.
Tidak seperti di sini, kamu kelaparan, tapi malah mendapat kegaduhan dari suara
berisik ini.”
Memang, hunian yang aku tunggu-tunggu untuk menyodorkan
makanan barang secuil pun ini selalu ramai. Ramai dengan dentuman musik yang
tak kumengerti apa indahnya. Terlebih dimainkan dengan volume yang sangat
keras. Aku menggeleng-gelengkan kepala tanda tak habis pikir dengan kebiasaan
yang mereka nikmati. Waktu ibadah seolah tidak menjadi halangan untuk mereka
bermusik ria.
“Tampaknya kamu masih ingin berlama-lama di sini. Baiklah,
kuceritakan tentang tuan rumah di ujung sana. Kau tahu? Setiap melihatku, dia
tersenyum. Jika dia makan, tak lupa juga aku mendapat bagian. Di beberapa
waktu, ia membacakan Alquran, tak pernah sekalipun kulihat ia meninggalkan kewajiban.
Sepertinya ketaatan pada Tuhan-Nya membuat dia serba berkecukupan dan bahagia.”
Jelasnya panjang lebar.
Aku tersenyum. Beruntunglah orang itu. Terang saja, seorang
ahli ibadah yang selalu mengingat Penciptanya. Allah pun akan senantiasa
mengingatnya. Semoga aku bisa menjadi seperti dirinya. Agar Allah mengingatku,
tidak membuatku kelaparan seperti ini. Atau aku kurang bersyukur atas apa yang
kuterima?
Inilah akhir dari dialog kami yang dinaungi pendar cahaya
rembulan. Kami, dua ekor kucing di gang kecil ini. Kamipun mengerti apa yang
manusia lakukan, segalanya kami perhatikan. Karena kami juga makhluk-Nya,
dititahkan kewajiban yang sama.
#30DWC
#30DWCJilid15
#Day15
0 komentar:
Posting Komentar
Usai dibaca, komen juga