Senin, 06 April 2020


Illustration by YuQo
Cerminan diriku memantul sebagian dari kaca mobil dan bis yang berhenti di depanku. Postur yang tegap dan tinggi, mampu menghalau matahari bagi siapa saja yang berdiri di dekatku. Dari kaca kendaraan, kulihat beberapa bekas botol air kemasan tergeletak tak diacuhkan tepat di samping aku berpijak. Terkadang, ada pula plastik-plastik kemasan makanan yang sengaja ditinggalkan. Di sisi jalanan ini aku terpaku sepanjang waktu, menyaksikan putaran orang lalu lalang di jalanan, naik turun dari kendaraan. Aku tak heran. Daerah perkotaan memang selalu akrab dengan keramaian.

Siang ini agak berbeda dari biasanya. Orang-orang yang setiap hari lalu lalang dan sibuk berbincang, hari ini terlihat panik dan diam memandang dari jendela rumah mereka. Bekas kemasan minuman dan makanan di sekitarku pun tidak lagi terlihat. Menyusul siang yang diam, sirine ambulans memecah teriknya hari ini. Bukan hanya satu, bahkan kukira sampai belasan atau puluhan ambulans berlarian di jalanan, berganti peran dengan orang-orang yang memilih tak berkeliaran. "AYO LAWAN COVID-19 DENGAN MELAKUKAN SOCIAL DISTANCING." "LAWAN COVID-19 DENGAN TETAP BERDIAM DI RUMAH." Beberapa himbauan bermakna serupa memenuhi papan iklan. Aku baru paham. Keramaian sedang dipadamkan.

Beberapa sisi jalan hanya diisi oleh gerai kudapan kecil yang sepi pembeli dan tukang ojek yang kehilangan penumpang. Saat angin menggiring penglihatanku ke arah mereka, aku turut merasakan ketidakberdayaan. Di sisi lain, aku senang tak mendapati sampah di sekitarku. Aku senang bisa menghirup udara kota tanpa tambahan suara ricuh dan kepulan asap. Melihat orang yang terus-terusan mengkampanyekan social distancing ataupun physical distancing, aku menggerutu di dalam hati. 'Aku saja yang sebelumnya selalu dekat dengan keluarga dan sahabatku, kalian paksa untuk hidup terpisah. Tidak nyaman harus berjauhan dengan kerabat dan sahabat. Tahu rasa kalian sekarang!'

Mungkin bagi mereka ini adalah cobaan atau teguran. Tapi bagiku, ini adalah awal dari harapan. Di hari-hari yang sepi ini, aku mendoakan agar tidak ada lagi teman-temanku yang terpisah dari kerabatnya. Tidak ada lagi tangan-tangan yang meninggalkan sampah dengan wajah tak berdosa. Tidak ada lagi hati-hati egois yang menginginkan lebih dari yang mereka punya. Aku berharap semua bisa mengambil pelajaran, tidak hanya pengalaman. Ini saatnya doaku dikabulkan. Doa pohon tua yang hampir dimakan usia.

#Hangka
#IndonesiaHebat
#dirumahaja
#Asketikkata

6 komentar:

  1. Penulisnya nih sedikit mengecoh pembaca. Seolah peran utamanya manusia. Tetapi ternyata sudut pandang dari sebuah pohon. Mantap ceritanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Serasa lebih bebas mengekspresikan tokoh ketika diperankan oleh selain manusia, Mba.

      Hapus
  2. Mengambil sudut pandang dari pohon menarik sekali.

    Sisi positif dari Corona berdampak pada kualitas udara yang bersih. Bahkan pegunungan Himalaya bisa dilihat dari kejauhan setelah 30 tahun lamanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Ka, banyak sisi positif yang bisa dijadikan pelajaran dari pandemi ini.

      Hapus
  3. Pemikiran kreatif sekali. Saya suka endingnya. Sulit ditebak kalau itu pohon.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, memang kadang perlu melihat dari sudut pandang yang berbeda. Walaupun penggambarannya di tulisan ini masih jauh dari sempurna. :D

      Hapus

Usai dibaca, komen juga

haa hiya dzih

Foto saya
Penulis yang merupakan gadis kelahiran Bangka dan akrab disapa Yuqo ini memiliki nama lengkap Yusti Qomah. Inilah jurnal dari penulis dengan beribu mimpi, ditulis dalam segala kondisi.

Popular Posts

Recent Posts