Jumat, 14 Juni 2019


Photo by Yusti Qomah
Olahan makanan yang berjejer di atas meja kayu di depanku semakin lama semakin menggiurkan. Tapi aku bersikukuh untuk tetap duduk manis diapit nenek dan ibu. Meski sudah berulang kali ditawarkan. Sang tuan rumah agaknya heran, dari tadi aku belum mencicipi makanan yang mereka suguhkan. Tak tahukah mereka, akupun sesekali ingin memanjakan lidahku dengan jaminan rasa enak yang tak akan kutemukan lagi sepulang dari sini. Bagaimana lagi, kakiku kram bersamaan dengan keinginanku untuk melahap makanan. Diam di tempat sambil sesekali menngernyitkan dahi adalah pilihan yang terbaik.

Setelah beberapa menit disibukkan dengan kakiku, hilang sudah kram yang seakan berkonspirasi dengan kue-kue di wadah kaca tadi. Saat hendak menggapai kotak kue, nenek menoleh ke arahku dan ibu kemudian berpamitan. Usailah prosesi bertamu yang kutunggu-tunggu ini. Lebaran di kampungku memang masih erat dengan tradisi bertamu antar rumah ke rumah. Rumah kepala kampung adalah rumah yang paling diminati warga, lantaran semua jamuan mewah yang disiapkan.

“Lain kali, kalau bertamu jangan diam saja, cicipi apapun yang disuguhkan,” nenek memulai kultumnya. “Nanti di rumah kelaparan, padahal sebelumnya ditawarin makan, enak pula.”

Aku sudah hapal apa perkataan selanjutnya. “Kepunan baru tau rasa.”

Nenek memang masih sangat lekat dengan segala pernak-pernik orang terdahulu, salah satunya kepercayaannya pada kepunan. Kepunan diartikan sebagai sesuatu yang akan terjadi jika kita tidak mencicipi makanan yang sudah ditawarkan. Padahal, nenek lancar mengaji, ibadah lainnya juga sering kulihat nenek melakukannya. Hus, tidak baik menghakimi segala perbuatan nenek. Kesal dengan ocehan nenek yang seperti kaset terus menerus diputar ulang, aku menyibukkan diri dengan ponsel di tanganku.

Sampai di depan pintu rumah, aku langsung menerobos masuk setelah mengucapkan salam.

 “Aaah!” Sebuah teriakan lolos dari mulutku karena tidak melihat ada tangga kecil di pintu antara ruang makan dan ruang keluarga.

“Tuh kan bener, kepunan.” Sahutan nenek semakin menambah rasa sakit di kakiku setelah menabrak undakan tangga.

“Lain kali, jangan nyibukin diri, pura-pura ga denger omongan orang tua,” ibu tersenyum melihatku yang semakin kesal.

Ya, nyatanya memang tidak sopan melakukan hal lain saat orang yang lebih tua sedang berbicara dengan kita. Apalagi ditambah dengan ungkapan kekesalan yang seolah-olah menjelekkan orang tersebut, walau tidak diutarakan. Perilaku yang kurang tepat tidak akan berubah menjadi baik dengan sikap acuh tak acuh dan ujaran kekesalan dari dalam hati.

#30DWC #30DWCJilid15 #Day4

0 komentar:

Posting Komentar

Usai dibaca, komen juga

haa hiya dzih

Foto saya
Penulis yang merupakan gadis kelahiran Bangka dan akrab disapa Yuqo ini memiliki nama lengkap Yusti Qomah. Inilah jurnal dari penulis dengan beribu mimpi, ditulis dalam segala kondisi.

Popular Posts

Recent Posts