Selasa, 09 Juni 2020

Pandemi menjadikan dunia kita hanya berputar di dalam rumah. Hal-hal yang semula bisa dilakukan secara langsung, sekarang serba online. Keadaan ini jelas membuat para traveler kelimpungan. Alih-alih bisa menghabiskan waktu di beberapa destinasi wisata dalam satu bulan, sekarang hanya bisa menghabiskan waktu di rumah. Jalan-jalan virtual adalah salah satu alternatif untuk memuaskan pikiran dari bayangan-bayangan destinasi wisata yang muncul berdesak-desakan. Melihat tempat wisata sembari mengisi bucket list, mencatat tempat mana saja yang akan dikunjungi nantinya. Ataupun membuka folder-folder lama, mengenang cerita dari setiap hasil jepretan dan rekaman.

Jadi, mari sejenak membuka folder Aceh, provinsi yang sempat saya kunjungi sekitar pertengahan tahun 2019 silam. Dikenal dengan nilai religiusnya yang tinggi, daerah ini menawarkan banyak destinasi wisata. Meskipun dikelilingi banyak pantai, ada berbagai macam tempat wisata lain yang tidak kalah menarik. Berikut beberapa destinasi wisata selain pantai yang harus dikunjungi saat singgah ke Aceh:

1. Masjid Raya Baiturrahman

Masjid Baiturrahman tampak depan
Hal pertama yang membius indra penglihatan ketika sampai di Aceh adalah bangunan masjidnya, dengan arsitektur bergaya islami-modern yang khas sekaligus megah. Masjid yang paling dikenal adalah Masjid Baiturrahman. Masjid yang menjadi ikon Provinsi Aceh ini terletak di pusat Kota Banda Aceh. Kekaguman saat melihat secara langsung berbeda ketika hanya melihat dari foto. Kubah yang berwarna hitam dan dominasi putih pada dindingnya menjadikan masjid ini terlihat sangat berbeda dari masjid lainnya. Selintas, gaya bangunan masjid ini mirip dengan Taj Mahal atau bangunan-bangunan di India. Ternyata, Masjid Baiturrahman memang didesain dengan mengadopsi gaya bangunan Mughal. Payung-payung yang berbaris di halaman depan masjid seolah menerbangkan kita ke Masjid Nabawi. Suasana kedamaian yang dihadirkan membuat kita ingin berlama-lama di sana, untuk beribadah atau hanya sekedar duduk di pelataran. Jalanan sekitar masjid dipenuhi dengan warga lokal yang menjajakan makanan, minuman, dan oleh-oleh khas Aceh. Menjelang ibadah salat Jumat, jalanan tersebut yang biasanya ramai dan susah dilewati menjadi sepi, tidak ada satupun yang melakukan aktivitas jual beli. Tidak heran jika provinsi ini mendapat julukan Serambi Mekah. Masjid Baiturrahman sendiri dibangun oleh salah satu kerajaan islam di Aceh. Dengan kekhasan dan nilai historisnya, masjid ini cocok dijadikan tempat tujuan wisata religi. 

2. Museum Tsunami

Dinding di salah satu ruangan yang dipenuhi nama korban
Bencana Tsunami yang sempat menggemparkan Indonesia pada tahun 2004 menyisakan banyak jejak, salah satunya adalah museum tsunami. Tidak hanya masjid, museum ini juga memiliki desain arsitektur yang unik dan istimewa. Bila dilihat dari atas, bangunan museum berbentuk gulungan ombak, yang menggambarkan tsunami itu sendiri. Saat melangkahkan kaki melewati pintu masuk, beberapa benda-benda rusak yang diakibatkan tsunami langsung menyambut. Kemudian, untuk sampai ke ruangan selanjutnya, kita akan melewati lorong tsunami. Lorong ini dibuat seolah-olah para pengunjung diminta untuk merasakan amukan gelombang untuk beberapa menit. Dengan suara gemuruh, aliran air di kiri dan kanan, dan sedikit percikan kita bisa ikut merasakan sedikit kisah tragis saudara-saudara kita dulu. Ruangan selanjutnya berisi kotak-kotak kaca yang memuat potongan kejadian-kejadian penting saat tsunami. Kemudian, ada bilik kecil yang dindingnya dipenuhi oleh nama-nama korban tsunami. Dalam bilik ini, jika kita mendongak ke atas akan kita dapati tulisan Allah. Ruangan kecil ini mengingatkan setiap pengunjung, bahwa tidak akan ada yang dapat memperkirakan kematian. Kapan, di mana, dan dengan siapa. Sepanjang tangga menuju lantai kedua, di bagian atasnya terdapat tulisan damai yang diterjemahkan  ke dalam berbagai bahasa. Kita juga bisa menyaksikan kembali rekaman video saat bencana tsunami terjadi di salah satu ruangan di lantai dua. 

Lafaz Allah yang terlihat di salah satu ruangan museum tsunami
3. Titik Nol Kilometer di Sabang

Tugu nol kilometer Indonesia
Belum lengkap perjalanan ke Aceh jika tidak menyeberang ke Sabang. Dengan menggunakan kapal cepat, dibutuhkan waktu sekitar satu jam atau lebih untuk sampai ke Sabang. Sampai di Sabang, kita bisa menggunakan angkutan yang tersedia untuk mengantarkan sampai ke titik nol kilometer. Jalan yang ditempuh pun berliku. Setelah terombang-ambing di laut, perjalanan dari pelabuhan di Sabang ke titik nol kilometer yang tidak sebentar bisa menyebabkan kepala pusing. Tapi akan langsung hilang setelah kita menginjakkan kaki di depan tugu titik nol kilometer dengan pemandangan lautan yang membentang tak berujung. Para penjual makanan, minuman, dan oleh-oleh berlabel titik nol kilometer memenuhi kanan dan kiri jalan, sibuk memanggil pembeli dengan meneriakkan dagangannya. Jika foto tidak cukup sebagai penyimpan cerita di titik nol kilometer, kita bisa mencetak semacam sertifikat yang menandakan bahwa kita sudah pernah mendatangi titik ini. Tentu saja tidak gratis.

4. Brayeung Leupung

Suasana di Brayeung Leupung
Sisi lain Brayeung Leupung dari perahu bebek kayuh
Brayeung Leupung merupakan objek wisata alam yang masih alami, sebuah tempat pemandian di kaki bukit. Tepatnya di Kecamatan Leupung, Aceh Besar. Setelah menempuh perjalanan satu jam dari Banda Aceh, kita akan disambut dengan air jernih dan dingin, udara sejuk, dengan beberapa gazebo untuk melepas penat, serta pohon-pohon yang membuat tempat ini teduh. Jalanan ketika memasuki daerah ini memang sempit, saat ada dua mobil berpaspasan, harus ada satu mobil yang menepi sejenak. Brayeung Leupung merupakan destinasi wisata yang family friendly. Cocok untuk berwisata bersama keluarga, membawa anak kecil pun tidak masalah. Untuk tempat pemandian, ada bagian dangkal untuk anak-anak dan area yang dalam untuk orang dewasa. Jika ingin menikmati sejuknya air tanpa basah-basahan, kita bisa menyewa perahu karet atau perahu bebek kayuh yang tersedia dengan merogoh kocek dua puluh ribu per jam. Setelah lelah bermain dengan air, kita bisa mengisi perut dan menghilangkan dahaga dengan bekal bawaan atau menuju warung kecil yang berjejer di sisi-sisi tempat pemandian.

Empat objek wisata di atas bisa dimasukkan ke dalam itinerary saat melakukan perjalan ke Aceh. Untuk sampai ke empat tempat tersebut, ada beberapa pilihan transportasi yang dapat digunakan, seperti Trans Kutaraja, labi-labi, kendaraan pribadi, serta ojek atau taksi online.  Labi-labi adalah transportasi yang menyerupai mobil pick up dan hanya bisa ditemui di Aceh. Semoga pandemi segera berakhir dan tempat-tempat wisata kembali ramai dikunjungi. Selamat melanjutkan perjalanan virtual ke berbagai tempat lainnya!


*Semua foto adalah dokumentasi pribadi

11 komentar:

  1. Postingannya selalu buat ngiler. Pingin jalan-jalan jadinya 😭

    BalasHapus
  2. Tulisan yang benar-benar membuat diriku mengeluarkan jiwa traveling. Semoga kebaikan menyertaimu

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Boleh juga nih buat itinerary kalo nanti berkesempatan menjelajah negeri serambi Mekah ini. Untuk transfortasi publik disana bagaimana?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa menggunakan Trans Kutaraja, labi-labi, atau ojek online. Nanti segera dilengkapi di artikelnya, Ka.

      Hapus
  5. Ngiler abis. Maulah kesana🙄

    BalasHapus
  6. Masuk ke tempat yang ingin dikunjungi.. semoga berkesempatan kesana aamiinn :D

    BalasHapus
  7. Kapan-kapan ke sana ajak aku dong, buat jadi tour guide nya aku :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaa. Siap, bayarannya juga disiapin. Guide kece, bayarannya ga murah. :v

      Hapus
    2. Tar aku traktir tahu mentah pas disana :))

      Hapus

Usai dibaca, komen juga

haa hiya dzih

Foto saya
Penulis yang merupakan gadis kelahiran Bangka dan akrab disapa Yuqo ini memiliki nama lengkap Yusti Qomah. Inilah jurnal dari penulis dengan beribu mimpi, ditulis dalam segala kondisi.

Popular Posts

Recent Posts