Oleh: Yusti Qomah
Penelitian yang pernah dilakukan untuk melihat pengaruh kegiatan penambangan timah terhadap kualitas air laut di wilayah pesisir Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga menunjukkan bahwa kandungan logam berat seperti Pb, Cd, dan Cr pada limbah cair sudah di atas rata-rata sehingga dapat mencemari lingkungan. Kemudian, air laut di Kabupaten Bangka yang terdapat aktivitas penambangan juga ikut tercemar. Pencemaran ini akan berujung pada berkurangnya biota laut, termasuk terumbu karang. Penebangan pohon-pohon di sepanjang pesisir laut dan pengambilan karang berlebihan juga menyebabkan matinya terumbu karang.
Untuk mengatasi kerugian yang
ditimbulkan, tidak menutup kemungkinan bagi siapa saja untuk berupaya
memulihkan keadaan terumbu karang. Kerusakan pada kehidupan biota laut ini
tidak hanya menjadi tanggung jawab instansi atau komunitas yang bergerak di bidang
kelautan atau lingkungan saja. Untuk dapat mewujudkan sebuah tujuan besar,
perlu adanya dukungan dari setiap pihak, baik pemerintah ataupun masyarakatnya.
Hal utama yang harus dibenahi adalah gaya hidup dan pola pikir. Dengan gaya
hidup dan pola pikir yang sehat, tujuan-tujuan yang tertera dalam pasal 3 Undang-Undang
No.32 tahun 2014 tentang kelautan akan lebih mudah tercapai. Semoga setiap
individu lebih bijak dalam mengambil sikap yang berhubungan dengan sumber daya
kelautan, terutama dalam keberlangsungan ekosistem terumbu karang. Selamat hari kelautan nasional!
#WAGFLPSumselMenulis
#lampauibatasmu
Sumber:
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara maritim terbesar dengan dua
pertiga luas lautannya lebih besar daripada daratan. Salah satu daerah yang banyak
menyumbang angka luas lautan adalah Provinsi Bangka Belitung. Kepulauan yang resmi
memisahkan diri dari Provinsi Sumatera Selatan di tahun 2000 ini dikelilingi
lautan dan selat. Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Bangka
Belitung, dari total luas wilayah yang mencapai 81.725,14 km persegi, 79,90% terdiri
dari lautan yang memiliki luas 65.301 km persegi. Luas daratannya sendiri hanya 20,10%
dari total luas wilayah, yaitu 16.424,14 km persegi. Tidak heran jika letak geografis
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini menjadikan masyarakatnya banyak yang
bermata pencaharian sebagai nelayan.
Daerah laut Bangka Belitung yang menyimpan banyak ekosistem
di dalamnya memiliki nilai tersendiri bagi sektor pariwisata setempat. Salah
satunya adalah ekosistem terumbu karang. Seperti yang dijelaskan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
karang sebetulnya adalah hewan kecil yang berkumpul membentuk koloni dari zat
kapur dan akhirnya menjadi terumbu yang kokoh terlihat seperti batu. Tidak
hanya sebagai rumah bagi hewan-hewan laut, terumbu karang juga memiliki banyak
kegunaan lain. Beberapa jenis hewan laut yang terdapat
di ekosistem terumbu karang berpotensi mengandung bahan bioakif untuk
pengobatan kanker. Karang-karang tertentu yang mengandung kalsium karbonat juga digunakan
untuk mengobati tulang rapuh. Tetapi,
keadaan terumbu karang justru menghawatirkan bagi kelangsungan ekosistem bawah
laut dan kelangsungan hidup masyarakat di sekitar laut tersebut. Hampir di setiap daerah di Bangka Belitung, terumbu karang ditemukan dalam keadaan rusak.
Pemandangan bawah laut di salah satu daerah Bangka Belitung (Bangka Pos) |
Hal utama yang menyebabkan kerusakan terumbu karang ini
adalah aktivitas dari manusia itu sendiri. Diiming-imingi keuntungan sesaat,
manusia tidak lagi memikirkan akibat jangka panjang dari perilaku yang mereka
lakukan. Aktivitas penambangan, pengeboman, dan kapal-kapal asing di perairan
Bangka Belitung memicu kerusakan terumbu karang. Tambang timah yang dulu sempat
menjadi pilihan utama warga Bangka Belitung untuk dijadikan sumber pendapatan
meninggalkan banyak efek negatif berkepanjangan. Saat melihat pulau kecil ini dari udara, pemandangan lubang-lubang bekas tambang
timah akan banyak kita jumpai. Kapal hisap dari Tambang Inkonvensional (TI) apung banyak terlihat di
berbagai daerah. Tak dapat dielakkan jika limbah tambang yang mengandung zat beracun dan berupa lumpur akan membunuh banyak kehidupan di bawah laut. Dilansir dari beritasatu.com, beberapa tahun
silam, ketua Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Provinsi Bangka Belitung
menerangkan bahwa 50% terumbu karang rusak karena tambang timah.
Penelitian yang pernah dilakukan untuk melihat pengaruh kegiatan penambangan timah terhadap kualitas air laut di wilayah pesisir Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga menunjukkan bahwa kandungan logam berat seperti Pb, Cd, dan Cr pada limbah cair sudah di atas rata-rata sehingga dapat mencemari lingkungan. Kemudian, air laut di Kabupaten Bangka yang terdapat aktivitas penambangan juga ikut tercemar. Pencemaran ini akan berujung pada berkurangnya biota laut, termasuk terumbu karang. Penebangan pohon-pohon di sepanjang pesisir laut dan pengambilan karang berlebihan juga menyebabkan matinya terumbu karang.
Kita seharusnya dapat mengambil pelajaran dari kasus dua
kapal yang kandas di sekitar perairan Bangka Belitung pada tahun 2017. Kapal
pertama merupakan kapal dari Bahama, yang meninggalkan kerusakan pada terumbu
karang seluas 8.416 meter persegi. Menyusul setelahnya kapal dengan identitas bendera
Belgia yang merusak terumbu karang seluas 10.177 meter persegi. Butuh waktu dua
tahun sampai 2019 hingga akhirnya pihak pemerintah berhasil meminta ganti rugi
atas kerusakan terumbu karang yang ditimbulkan. Dua tahun tersebut belum
termasuk waktu restorasi atau pemulihan lingkungan akibat dua kapal asing
tersebut. Sedangkan waktu yang diperlukan terumbu karang untuk tumbuh secara
alami bisa mencapai 50 tahun.
Akibatnya, masyarakat Bangka Belitung yang berprofesi
sebagai nelayan kesusahan dalam menangkap ikan. Normalnya, pada jarak 1 sampai
3 mil dari lepas pantai, mereka sudah bisa mendapat tangkapan ikan. Setelah
banyaknya kerusakan pada terumbu karang, para nelayan harus menempuh jarak 10
mil bahkan lebih untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Efek yang
ditimbulkan dari kerusakan ini memang tidak dirasakan secara langsung. Tetapi,
cukup dengan membayangkan kehidupan generasi-generasi yang akan datang harusnya
bisa membuat kita sadar dan memahami nilai penting dari ekosistem terumbu
karang, baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun budaya.
Photo by Q.U.I on Unsplash |
#WAGFLPSumselMenulis
#lampauibatasmu
Sumber:
1. http://coremap.oseanografi.lipi.go.id
2. http://www.perumperindo.co.id
3. https://www.beritasatu.com
4. Undang-Undang No. 32 tahun 2014 tentang Kelautan
5.
Kurniawan, dkk. Pengaruh Kegiatan Penambangan Timah terhadap Kualitas
Air Laut di Wilayah Pesisir Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Jurnal Sumberdaya Perairan: 13-21